Berdasarkan buku Pedoman Budidaya Walet yang diterbitkan oleh Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Blitar, sarang burung walet ditemukan
di Indonesia di daerah Kebumen, Jawa Tengah pada tahun 1720 oleh
seorang lurah yang bernama Sadrana. Suatu hari, saat Sadrana berenang
di pantai, dia melihat banyak burung walet beterbangan dan kemudian
masuk ke dalam sebuah gua .Sadrana dan teman-temannya
memasuki gua tersebut dan menemukan sarang burung walet di
dinding-dinding gua yang berwarna putih keperak-perakan. Kemudian,
mereka mengambil beberapa sarangnya dan dibawa kepada Sultan Katasura
setelah dimasak. Sultan Katasura sangat menyukai sarang burung walet
tersebut Sejak saat itulah, sarang burung walet menjadi komoditas yang
sangat berharga danhanya dimakan oleh orang-orang yang sanggup membeli
sarang tersebut
.
.
Walaupun cerita ini
menggambarkan awal mula konsumsi sarang burung walet di Indonesia, namun
kita juga harus mempertimbangkan pengaruh kebudayaan Cina terhadap
kebudayaan Indonesia terutama di bidang pengobatan tradisional. Ini
berdasarkan fakta bahwa di Cina orang-orang mulai memakan sarang burung
walet ratusan tahun sebelum Sadrana memperkenalkan sarang burung walet
kepada Sultan Katasura.
Menurut Agromedia
Indonesia, sarang burung walet mulai dibudidayakan pada tahun 1980 di
pulau Jawa ketika seorang muslim yang bernama Tohir Sukarama pulang ke
kampung Sedaya, Gresik. setelah beberapa tahun tinggal di tanah suci
Mekah. Dia mendapati rumahnya telah menjadi tempat bersarang walet.
Karena dia sudah mengetahui bahwa nilai ekonomi sarang burung walet
sangat tinggi, maka dia pindah ke rumah yang baru dan mulai memelihara
burung walet di rumah lamanya. Karena teknik budidaya walet dengan cara
ini berhasil, beberapa orang kemudian mengikuti teknik tersebut, tetapi
hanya orang yang berhubungan dekat dengan Sukarama. Kemudian setelah
beberapa tahun teknik merumahkan walet mulai tersebar luas.
Pada
akhir tahun 1980-an “para ilmuwan pun mulai melakukan penelitian
mengenai walet dan teknik-teknik merumahkannya. Sejak saat itu, teknik
budidaya walet mulai banyak dipublikasikan lewat buku panduan manual,
pelatihan, seminar, dan agen-agen konsultan” . Pada tahun
1989, berbagai pihak yang berkecimpung dalam budidaya walet bertemu
dalam seminar budidaya walet. Termasuk dalam pihak-pihak ini adalah
pemerintah, peneliti dan para praktisi walet dari Indonesia dan luar
negeri. Seminar ini membahas tentang teknik budidaya burungwalet yang
masih tersembunyi dan tersebar sehingga industri tersebut bisa
berkembang.
Ada tiga jenis burung walet yang
bisa dikomsumsi sebagai makanan antara lain: Collocalia fuciphaga,
Collocalias maxima dan Collocalia esculenta (burung sriti). Ada satu
jenis burung walet lagi yaitu Collocalia germani, tetapi menurut
pendapat Chantler dan Driessens (1995), Collocalia germani termasuk
dalam spesies Collacalia fuciphaga sehingga merupakan spesies
tersendiri.
Collocalia germani tidak ditemukan
di Indonesia, namun burung tersebut ditemukan di negara lain di Asia
seperti Vietnam. Dalam dunia akademik ada perdebatan yang menyatakan
bahwa burung-burung ini seharusnya tidak termasuk jenis burung
Collocalia tetapi termasuk dalam jenis Aerodramus, tetapi di dalam
skripsi ini akan digunakan jenis Collocalia karena itu adalah jenis
burung walet yang biasanya ditulis di dalam buku-buku dan perdebatan
juga belum diputuskan.
Collocalia fuciphaga
adalah jenis burung yang banyak dicari karena burung tersebut bersarang
putih. Collocalia fuciphaga ditemukan di Cina selatan dan Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Di Sumatra dan Kalimantan burung tersebut bisa hidup
sampai ketinggian 2800 meter di atas permukan laut, tetapi di Jawa dan
Bali burung ini biasanya hidup dekat pantai di dalam gua yang gelap dan
dalam, dengan menggunakan echolocation didalam gua.
Burung
tersebut kira-kira berukuran 12 sentimeter, dadanya berwarna hitam
kecoklatan dan warna punggung lebih kelabu. Ekor burung ini bercabang,
paruhnya berwana hitam dan kakinya juga berwarna hitam.
Collocalia
fuciphaga dan Collocalia maxima tidak dapat dibedakan dari Collocalia
esculenta kecuali dari sarangnya. Collocalia maxima membuat sarang
dengan air liur seperti fuciphaga tetapi sarangnya bercampur dengan bulu
burung sehingga harga sarangnya lebih rendah. Namun demikian, karena
keduanya membuat sarang dengan air liur dan sarangnya hanya sedikit
berbeda, orang Indonesia menyebut Collocalia fuciphaga dan Collocalia
maxima dengan nama burung walet. karena itu dalam skripsi ini akan
digunakan kata burung walet untuk kedua jenis burung tersebut. Sementara
sarang Collocalia esculenta sangat berbeda dari sarang burung walet
karena esculenta membuat sarang dari daun, bulu burung dan hanya sedikit
air liur. Orang Indonesia menamakan burung ini burung seriti dan harga
sarangnya jauh lebih murah daripada sarang burung walet karena sarangnya
hanya mengandung sedikit air liur. Harga sarang burung seriti kira-kira
satu juta dua ratus ribu rupiah per kilogram sedangkan harga sarang
burung walet antara tujuh juta sampai empat belas juta rupiah per
kilogram tergantung kualitasnya.
Ada empat kelas
sarang burung walet yang dihasilkan di Indonesia. Kelas keempat adalah
sarang yang paling kotor sehingga harganya paling murah. Sarangnya
sangat kotor karena telur walet sudah ditetaskan atau terbuat dari air
kotor. Harga sarang kelas empat kira-kira tujuh sampai delapan juta
rupiah per kilogram.
Kelas ketiga agak kotor
tetapi terbuat dari air liur dan bulu burung. Sarang kelas tiga berharga
kira-kira delapan sampai sembilan juta rupiah per kilogram. Sarang
walet kelas dua tidak terbuat dari bulu burung tetapi sarangnya masih
sedikit kotor. Kotornya bisa dikarenakan burung tersebut bertelur tetapi
telurnya kemudian diambil setelah menetas. Harga sarang kelas dua
kira-kira sepuluh sampai dua belas juta rupiah per kilogram.
Kelas
yang tertinggi adalah sarang yang paling bersih, warnanya sangat putih
dan tidak ada bulu burung. Sarang seperti ini adalah sarang yang paling
banyak diminta dari pemilik gedung walet karena harga sarang ini paling
tinggi, kira-kira dua belas sampai empat belas juta bahkan lebih per
kilogramnya.
Disamping kelas-kelas sarang
berwarna putih ada juga sarang burung walet yang berwarna merah. Sarang
merah asli adalah sarang yang jarang didapat karena sarangnya terbuat
dengan campuran air liur dan darah, tetapi sarang ini sangat jarang
sehingga harganya merupakan yang tertinggi, kira-kira empat belas juta
rupiah atau lebih per kilogram. Sarang burung walet juga bisa dibuat
agar berwarna merah tetapi warnanya sedikit berbeda dengan sarang merah
asli.
Untuk membuat sarang berwarna merah di
dalam gedung walet harus mempunyai banyak air dan diberi campuran
amoniak ke dalam airnya. Amoniak membantu sarang menjadi warna merah
tetapi harga sarang ini tidak setinggi sarang merah asli. Harga sarang
yang dibuat merah masih tergantung dengan kualitas sarang tetapi sedikit
lebih mahal dari pada sarang putih biasa.
Artikel adalah hasil Copas
Artikel adalah hasil Copas
Bolavita Adalah Agen Judi Online Yang berdiri sejak 2013, Telah terbukti aman dan terpercaya !
BalasHapusUntuk kalian yang Hobi Sabung Ayam, Taruhan Bola, Judi Casino, Judi Roullete, Judi Baccarat, Daftar sekarang juga di Agen bolavita ! Nikmati Bonus dibawah ini
- Bonus Deposit New Member 10%
- Bonus Cashback 5% - 10%
- Bonus Referral 7% + 2%
- Bonus Sabung Ayam 100%
Tersedia aplikasi khusus untuk kamu yang ingin bermain setiap permainan tersebut, Informasi selengkapnya anda bisa langsung hubungi kontak costumer service kami yang bertugas 24 jam di bawah ini :
WA : +62812-2222-995
Telegram : @bolavitacc
Wechat : Bolavita
Line : cs_bolavita
Baca Juga Artikel lainnya klik Link dibawah ini :
• Cara Mudah Bermain Sabung Ayam
http://159.89.197.59/cara-mudah-bermain-sabung-ayam-s128/
• Main Sabung Ayam S128 Di Smartphone
http://159.89.197.59/cara-mudah-main-sabung-ayam-s128-di-smartphone/